MENGENAL PENTHUL MELIKAN LEBIH DEKAT (1)

Bagi masyarakat Ngawi, mungkin sudah tidak asing lagi dengan tari Penthul Malikan. Hampir di setiap event peringatan hari kemerdekaan RI, Penthul Melikan selalu ikut pawai agustusan. Sesuai namanya, tari tersebut berasal dari Dsn. Melikan, bagian dari wilayah Ds. Tempuran, Kec. Paron, Kabupaten Ngawi.  Saat pementasan, tari Penthul Melikan diperagakan oleh 17 orang laki-laki dimana masing-masing penari memakai penthul (topeng). Karena itu, ada sebagian masyarakat yang menyebutnya tari penthul.

Menurut Muh. Riyadus Sholihin, S.H.I., pengurus Sanggar Tari Penthul Melikan, tarian hasil karya Kyai Munajah tersebut tercipta pada tahun 1952. Namun, sepeninggal Kyai Munajah (10 November 1964), perjalanan tari ini mengalami pasang surut. Bahkan sempat tenggelam bersamaan dengan munculnya tari Orek-Orek (Tahun 80-an) yang lebih kreatif dan kaya gerak. Sebenarnya Mbah Wasono, cucu Kyai Munajah, sudah mencoba menghidupkan kembali Penthul Melikan. Ia mengumpulkan beberapa pemuda disekitarnya untuk belajar tari tersebut. Namun, selama dibawah kendali Mbah Wasono, perkembangan tari ini seolah berjalan ditempat. Hanya sebagai rutinitas pemuda sekitar dan sulit mendapat peluang.

Kisaran tahun 2015, Sholihin berinisiatif mendirikan sanggar tari Penthul Melikan, tujuannya antara lain sebagai media komunikasi dan promosi. Sejauh ini, usahanya cukup berhasil. Terbukti dengan tampilnya Penthul Melikan di berbagai event besar, seperti Festival Seni Budaya di Jogjakarta (2016), HUT Kota Nganjuk (2017), dan gelaran Porseni Kemenag Se-Jatim (2017). Selain itu, Penthul Melikan juga sering tampil di beberapa televisi Nasional, seperti SCTV, Indosiar, Trans7 dan Metro TV. “Kami ingin mengingatkan kepada masyarakat bahwa Ngawi punya seni budaya tari yang cukup legendaris,” terang Sholihin, “Jika dihitung, tari Penthul Melikan sudah berumur 70 tahun, perlu usaha ekstra untuk mempertahankannya,” tambahnya.

Pementasan Penthul Melikan di Malioboro, Yogyakarta. (foto: Solichin)

Dirasa-rasa, celetuk Sholihin tersebut bisa diterima. Hingga saat ini ada beberapa tari kreasi baru yang memanfaatkan Penthul Melikan sebagai obyek garapan (koreografi). Seperti Penthul Melikan Putih, Ganongan Melikan dan yang terbaru Beksan Melikan. Oleh sebab itu, menurut Solichin untuk mepertahankan keberadaan Tari Penthul Melikan adalah kepemilikan HAKI. Namun, usaha ini belum berhasil, karena ada beberapa masalah yang hingga saat ini belum bisa dilalui. Meski begitu, masalah tersebut tidak menyurutkan niatnya untuk mendapatkan pengakuan. Ia terus berkomunikasi dengan berbagai pihak guna memenuhi administrasi pengajuan HAKI. Kita tunggu saja, Salam Arsip.

Penulis : NERI IMA FIRMANTY, S.STP.
Editor  : Kridho/PPID

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kirim Pesan
Butuh Bantuan?
Silahkan berkonsultasi kepada kami dengan Whatsapp melalui nomor ini. Pesan akan dibalas pada saat jam kerja.

Jam Kerja:
Senin-Kamis : 08.00-15.00
Jum'at : 08.00-14.00
Sabtu-Minggu : Libur